Organisasi Kemahasiswaan dan Nasionalisme

Oleh Amin Rais Iskandar

Mahasiswa Jurnalistik UIN Gunung Djati bergiat di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

DALAM dunia ke-mahasiswa-an, organisasi merupakan wahana aktualisasi diri. Organisasi menyediakan ruang lebar pada mahasiswa untuk mengasah diri (kreativitas), memperkuat mental, mempertajam daya intelaktual, dan menumbuhkan kolektivisme diantara mahasiswa satu sama lain.

Sesuai dengan pengertiannya. Organisasi terwujud atas dasar sekumpulan orang yang terikat suatu sistem baku demi mencapai satu tujuan yang sama. Tanpa mempermasalahkan latar belakang golongan, ras, agama, dan budaya. Orang dapat dipersatukan dalam satu ikatan kuat organisasi. Persaudaraan, toleransi, kepercayaan, dan kebersamaan menjadi ciri mutlak kesejatian organisasi.

Bagi mahasiswa, organisasi adalah penting sebagai kampus kedua setelah kampus akademis di mana mereka menimba ilmu. Dalam artian mahasiswa tidak sebatas mengindahkan konsentrasi studinya, malainkan juga mengindahkan ruh nasionalisme sebagai warga Negara. Hal ini telah terbukti pada periode emas kemerdekaan, revolusi, tragedi three tura, sampai keberhasilan reformasi. Fenomena besar ini lahir dari tangan aktivis kampus yang bergabung dalam organisasi kemahasiswaan.

Hingga hari ini, organisasi kemahasiswaan masih dapat dibilang urgen. Pertama, Imam Ali pernah berkata, “’alhaq’ yang tidak terorganisir akan ditumbangkan kebatilan yang terorganisir”. Mengingat kampus merupakan basis masyarakat terdidik, setidaknya kita optimis, dari “pribadi” merekalah akan lahir konsep-konspe bermutu dalam mengorganisir “alhaq”.

Kedua, organisasi kemahsiswaan nota bene diisi oleh kaum muda. Yang secara mental, integritas, pemikiran, dan tenaga masih segar. Jika bersatu, maka kekuatan dahsyat akan lahir dan akan sulit ditumbangkan kekuatan manapun. Tidak heran jika Soekarno (alm) meminta sepuluh pemuda saja (dari kalangan mereka).

Ketiga, kondisi ke-bangsa-an yang dalam zona carut-marut. Tidak rela kiranya bila terus diabaikan kian tak nentu. Peran mahasiswa yang terhimpun dalam organisasi kemahasiswaan tentu masih dinantikan. Dibutuhkan untuk kembali melakukan pergerakan akbar, manfaat, dan maslahat demi terwujudnya stabilitas bangsa.

Bukankah mahasiswa masih sebagai agen of change? Mari buktikan!.***

Janji Terakhir

Cerpen AMIN R ISKANDAR

Semua taman saya tidak akan percaya. Saya orang, selalu kesepian setiap malam hari datang menyapa. Saya orang. Kesepian karena diputuskan pacar empat bulan silam. Sebab saya orang, yang biasa beri semua teman saya lelucon pemancing tawa. Tapi hanya dalam siang hari saja. Sekali lagi saya katakan. Saya orang, selalu kesepian setiap malam hari menyapa.

Semua teman saya tidak akan percaya. Kebencian pada mantan pacar saya begitu besar. Sungguh saya amat benci dia. Wanita yang saya puja, cinta, sayang setulus hati dan segenap asa dalam jiwa. Tega tanduskan ladang kasih yang pernah saya pupuk dan siram dengan air cinta yang jernih. Mestinya dapat tumbuh subur dan berbunga, pikir saya. Dan pada akhirnya akan berbuah kebahagiaan bersama. Lanjutkan membaca “Janji Terakhir”

Poros Tengah Pendidikan Politik

Oleh Amin Rais Iskandar

Mahasiswa Jurnalistik UIN Gunung Djati aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

SEJATINYA pendidikan politik segalanya ada dalam partai politik. Segala hal menyangkut pembelajaran politik diwujudkan dalam tataran praksis. Siapa saja dapat jadi “pemain”, asal ia berani masuk dalam ruang partai politik. Jika tidak, maka selamanya akan jadi “penonton”.

Sayangnya akhir-akhir ini, justru, minat massa akan partai politik begitu kecil. Fenomena kemenangan golongan putih (Golput) di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Adalah bukti riil sikap pembelotan massa akan wujud partai politik. Hal ini bisa saja disebabkan oleh kecilnya keberpihakan yang dilakukan para elit politik. Akhirnya stigma yang tumbuh dalam pikiran massa hanyalah kepura-puraan. Pendidikan politk pun akan tersumbat.

Segala yang diteriakkan partai politik–mengenai visi misi partai–dalam media massa dianggap angin lalu dan bualan belaka. Karena sampai hari ini, semua yang berhasil memikat simpati massa–hingga ia sukses jadi penguasa–ternyata tidak becus merealisasikan apa yang diikatakan sebelumnya. Kondisi sosial-ekonomi semakin carut marut adalah bukan yang diharapkan massa.

Seandainya fenomena di atas terus berlanjut. Bangsa ini terancam akan menjamurnya politik afatis. Massa akan semakin banyak membelot ke golongan putih. Tentu cita-cita demokratisasi di tubuh Indonesia akan lama terwujud. Apa ini yang diharapkan? Jawabnya adalah bukan.

Di sini peran mahasiswa sangat dibutuhkan. Setidaknya sebagai jembatan penghubung antara dua lepel politik yang berbeda. Pelaku politik di satu pihak dan massa di lain pihak. Artinya, mahasiswa berdiri sebagai poros tengah dalam pendidikan politik. Berperan sebagai opinion leader yang mengemban tugas memberi pencerahan pada massa.

Dalam menjalankan peran berat ini, mahasiswa mesti optimis dirinya mampu berperan. Setidaknya, dengan segenap pengetahuan yang didapat, mahasiswa memiliki seribu satu cara, daya, dan upaya untuk melakukannya. Pada masyarakt informasi, mahasiswa harus mampu melakukan “penerjemahan-penerjemahan” apa yang ada dalam media massa. Mulai dari proses kampanye politik hingga iklan ke-pigur-an calon penguasa.

Dengan demikian, kehadiran mahasiswa sebagai middle polic, akan memuluskan laju pendidikan politik yang tersumbat akibat ulah partai politik. Mahasiswa sebagai kaum terpelajar kritis. Tidak diharapkan ikut menjibunkan diri dalam Lumpur kotor politik “pura-pura” yang senang umbar janji dan lantas diingkari. Wallahu a’lamu bissawab.***

Sajak-Sajak Anak Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Ya…. Allah Berikanlah…

Oleh IKA NURHAYATI

Ya Allah…

Seandainya Kau telah catatkan

Dia miliku tercipta buatku

Satukanlah hatinya dengan hatiku

Titipkanlah kebahagiaan antara kami

Agar kemesraan itu tetap abadi

Ya.. Allah ya.. Tuhanku yang Maha Pengasih

Seringkanlah kami melayari hidup ini

Ketepian yang sejahtera nan abadi

Tetapi ya… Allah

Seandainya telah Engkau takdirkan

Dia bukan milikku

Bawalah ia dari pandanganku

Luputkanlah ia dari ingatanku

Dan periharalah aku dari kekecewaan

Ya… Allah ya… Tuhanku yang

Maha Mengerti

Berikanlah aku kekuatan

Bandung, 24 April 2008

Beda Antara Suka, Cinta dan Sayang

Oleh ARI ARYANTI

Di hadapan orang yang kau cintai,

musim dingin berubah menjadi musim semi yang indah

Di hadapan orang yang kau sukai,

musim dingin tetap saja musim dingin hanya

suasananya lebih indah sedikit

Di hadapan orang yang kau cintai,

jantung tiba-tiba berdebar lebih cepat

Di hadapan orang yang kau suaki,

kau hanya merasa senang dan gembira saja

Apabila kau melihat pada mata orang yang

kau cintai, matamu berkaca-kaca

Apabila kau melihat mata orang yang kau sukai,

engkau hanya tersenyum saja

Di hadapan orang yang kau cintai, kata-kata yang keluar

barasal dari perasaan yang terdalam

Di hadapan orang yang kau sukai,

kata-kata yang keluar dari pikiran saja

Jika orang yang kau cintai menangis,

engkau pun akan ikut menangis di sisinya

Jika orang yang kau sukai menangis,

engkau hanya menghibur saja

Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan suka

diawali dari telinga

Jika kau mau berhenti menyukai seseorang, cukup dengan

menutup telinga

Tapi apabila kau mencoba menutup matamu dari orang

yang kau cintai,

cinta itu berubah menjadi tetesan air mata dan terus

tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama

“Tetapi selain rasa suka dan rasa cinta… ada perasaan

yang lebih mendalam.

Yaitu rasa sayang… rasa yang tidak hilang secepat rasa

cinta.

Rasa yang tidak mudah berubah

Perasaan yang dapat membuatmu berkorban untuk orang

yang kamu sayangi.

Mau menderita demi kebahagiaan orang yang kamu

sayangi.

Cinta ingin memiliki. Tetapi sayang hanya ingin melihat

orang yang disayanginya bahagia… walau pun harus

kehilangan”.

Bandung, 24 April 2008

Do’a Dikala Ragu Akan Dirinya….

Oleh SITI NURAZIZAH AL-FITRI

Ya… Allah…

Seandainya telah Engkau catatkan

Dia akan menjadi teman menapaki hidup

Satukanlah hatinya dengan hatiku

Titipkanlah kebahagiaan di antara kami

Agar kemesraan itu abadi

Dan ya Allah… ya Tuhanku yang Maha Mengasih

Seiringkanlah kami melayari hidup ini

Ke tepian yang sejahtera dan abadi

Tetapi ya Allah…

seandainya telah Engkau takdirkan…

… dia bukan milikku

Bawalah ia jauh dari pandanganku

Luputkanlah ia dari ingatanku

Ambillah kebahagiaan ketika dia ada di sisiku

Dan peliharalah aku dari kekecewaan

Serta ya Allah ya Tuhanku yang Maha Mengerti…

Berikanlah aku kekuatan

Melontar bayangnya jauh ke dada langit

Hilang bersama senja nan merah

Agarku bisa bahagia walaupun tanpa bersama dengannya

Dan ya Allah yang tercinta…

Gantikanlah yang telah hilang

Tumbuhkanlah kembali yang telah patah

Walaupun tudak sama dengan dirinya…

Ya Allah ya Tuhanku…

Pasrahkanlah Aku dengan takdirMu

Sesungguhnya apa yang telah Engkau takdirkan

Adalah yang terbaik buatku

Karena Engkau Maha Mengetahui

Segala yang terbaik buat hambaMu ini

Ya Allah…

Cukuplah Engkau yang menjadi pemeliharaku

Di dunia dan di akhirat

Dengarlah rintihan dari hambaMu yang daif ini

……………………………………………….

Jangan biarkan aku sendirian

Di dunia ini maupun di akhirat

…………………………………………………..

Menjuruskan aku kea rah kemaksiatan dan kemungkaran

Maka kurniakanlah aku seorang pasangan yang beriman

Supaya aku dan dia dapa membina kesejahteraan hidup

Ke jalan yang engkau ridhai

Dan kurniakanlah padaku keturunan yang shaleh

Amiin… ya… rabbalalamin….

Bandung, 24 April 2008

Jarum Maut

Oleh FAHMI NM

Tatkala buih ombak terdengar menderu kencang dalam

kesepian, orang-orang berlari bagai kuda yang dikejar

serigala, petani berteriak bagai seorang anak kehilangan

ibunya, nelayan ketakutan layaknya hari akan kiamat,

anak-anak kebingungan, heran mencari ibu bapaknya

yang entah ke mana. Gelombang tinggi pun beserta air

kematian langsung melahap papan, besi berjalan, ibu,

bapak, anak, kakek, nenek, dan semua yang ada dalam

kematian, bagaikan ular memakan telur puyuh.

Setelah porak poranda ditelan air laut, ada yang berkata

itu adalah jarum maut bagi mereka, ada pun orang gila

mengatakan itu kesempatan emas untuk meraih berlian.

Ada juga yang berteriak itu adalah cobaan dan siksa

Tuhannya.

Persembahan Seorang Anak

Oleh FAHMI NM

Tiba aku untuk mengejar angan dan cita-cita

Merobah nasib dan takdir

Aku pergi bersama ketegaan dan do’a

Oh… ibu anakmu yang hina akan berjuang ke medan

perjuangan

Oh… ibu aku mohon do’amu yang menyertaiku membawa

anakmu ini ke jalan putih dan lurus bagai tanganmu yang

“suci”

Inilah jalanku ibu, untuk selalu dan lepas darimu, harus

mengenal jati diri walau aku tak boleh melupakan dirimu

Percayalah aku akan kembali dengan membawa riak-riak

perjuangan dan kekuatan air mata yang bisa membuatmu

bangga

Ibu… aku sadar itu tak bisa

Menggantikan cintamu yang sebesar langit dan bumi

Dan seharum aroma kasturi, dan sekokoh gunung alaksa.

Walaupun demikian inilah persembahan seorang anak

yang tak berguna buat ibunya…

Terimakasih… ibu…

Sajak Sang Penyair Tua

Oleh FAHMI NM

Tiris dan amat dingin dikala malam sehabis senja kala

Bulu roma pun berdiri kaku seolah berteriak

menginginkan kehangatan. Si tepian jalan duduk seorang

lelaki tua yang mengenakan mantel tipis dengan beberapa

robekan berada di lengannya.

Terlihat lelaku tua itu termenung dengan secarik sajak

yang lusuh bagai air mata seorang ibu. Tatkala ia

termenung petir dan halilintar membangunkan

lamunannya kemudian dengan mata yang berkaca-kaca

sang lelaki tua melantunkan sajaknya dengan parau.

“teringat di sepanjang pemukiman ethiopia hidup

seorang anak yang tak berdaya dan tak berdosa

terikat dalam penderitaan mendekat dalam

kematian, anak kecil itu sangat bahagia bila

menemukan rumput ilalang untuk dijadikan

makanan, kadang dia sedih jikalau maut tak mau

menjemputnya.

Sebenarnya dia mempunyai istana yang cukup

mewah baginya, istananya… istana yang kuat dan

anti air, karena bahannya terbuat dari kardus dan

kertas Koran yang ia dapatkan sehabis perang

dunia kedua. Orang tua anak itu adalah kesunyian

dan kesepian karna anak tersebut ditakdirkan

untuk sendiri dan tabah dengan kematian

keluarganya akibat biadab dan keserakahan

perang busuk.

Anak itu ialah malam hari yang tak pernah

menuju siang.

Anak itu adalah bintang yang telah terjatuh dan

kemudian menjadi batu.

Anak itu adalah kegembiraan karena kesakitan

yang teramat dalam.

Anak itu adalah bagan kematian diskriminasi

kelelahan jiwa.

Anak itu adalah korban dari kekejaman perang.

Anak itu adalah semangat hidup bagi seorang

syair

Anak itu ialah….. anak itu ialah… aku…!

Aku… dang lelaki tua tak berdaya yang

menunggu…. Menunggu dan terus menunggu

akan datangnya kematian”.

Mimpi

Oleh FAHMI NM

Aku pernah bertelanjang di atas warna putih dan

berteriak

Ada suatu jalan menghampar di atas tikar kasar yang

terselubung duri.

Di sana aku memejamkan mata melihat hiasan universal

Walau getaran jiwa aku rasakan, tapi entahlah. Semua

mimpi atau batu yang bicara.

Tujuh ratus kali aku bermimpi buruk dan lima ratus kali

aku bermimpi mendapat kebahagiaan

dan seribu kali aku tak bermimpi.

Temperatur

Oleh FAHMI NM

Dalam kesendirian aku berjumpa dengan keramaian

Anggun aku menatap kepedihan yang berkunjung

menatapku

Masalah dan masalah terus datang silih berganti

Hanya hayalan yang dapat menenangkan jiwaku

Walau perih tapi terpaksa

Kadang aku berpikir harus bagaimana?

Keluh kesah jati diri makin terdengar nyaring

Terbahak-bahak kotor dan bersih menggema

Panggilan nurani sisi dari hatiku pun bingung dengan apa yang kurasakan

Pernah aku berpikir untuk hal yang tak berguna dan

berdosa, hanya untuk mengejar kebingunganku

Maaf sejuta kali maaf aku memohon pada diriku

Garut, 12 Januari 2007

Lemari yang Berjasad

Oleh FAHMI NM

Aku… ingin hidup selayaknya yang hidup

Bosan dengan yang terlihat dan rasakan, kadang memang

itu sifatku untuk melawan takdir

Pernah terbayang untuk bergerak dan berbicara tapi tak

bisa

Aku… bosan dengan diri tegak, dan diam terus diam…

diam sehingga diam

Aku… muak dijadikan tempat yang hanya dijadikan

simpanan;

Pakaian simpanan

Uang simpanan

Barang simpanan, dan…

Wanita simpanan,,,,,,,,?

Aku… terluka meratapi dunia dan takdir jika aku bernyawa

dan menangis tersedu sedan.

Garut, 20 Juni 2006

Animo Atavisme

(hasrat yang kuat untuk memunculkan sifat-sifat terdahulu)

Olah FAHMI NM

Tertidur telungkup, kemudian aku terbangun dan

Melihat sesosok tubuh besar menjulang 12 kali lebih

besar dari tubuhku, kuperhatikan tangannya begitu putih

bagai kapan yang dibuat oleh rembulan, lalu kulihat

kakinya yang penuh dengan otot layaknya senjata

pandawa yang digunakan untuk melawan kurawa, serta

kemudian kupandang wajahnya… terus kupandang dan

kuamati lalu aku terbayang akan satu wajah yang begitu

amat kukenali, siapa wajah itu aku bertanya dalam hati

siapa… siapa wajah itu…?

Lalu aku pun sadar bahwa itu adalah wajahku… rupaku,

wajah… muka… rupa itu ternyata diriku!!!

Kalau itu diriku lalu aku ini siapa?

Jiwa ini milik siapa?

Kemudian terdengar suara lantang:

“Kau hanya kesia-siaan panjang dalam kenangan,

ketakberdayaan, kepenatan, dan keluhan panjang dan

itu semua telah menguasai hatimu, kau harus sadar

akan semua itu karena kau telah dikuasai oleh nafsu

yang tlah mengalahkan akal sehatmu. Dulu kau adalah

harapan, cita-cita, intan berlian dan hati banyi yang

suci bersih, tapi sekarang kau tak lain seperti

sebongkah batu yang dikubur di dalam tanah, atau

puing-puing reruntuhan yang dibawa oleh angin.

Apakah kau ingin tahu siapa aku? Aku adalah dirimu

yang telah kau buang dan injak-injak seperti kotoran,

dank au jadikan aku sampah busuk kemudian kau

lempar aku dalam suasana sepi dan mati, tapi

sekarang aku lahir kembali aku adalah pesona langit

dan matahari yang akan membakar dirimu, sekarang

aku adalah hujan yang datang setelah musim kemarau

berkepanjangan, dan sekarang aku adalah dirimu

yang nyata dan sebenarnya”.

Kemudian aku pun termeneung dalam kegelapan dan

kepahitan yang berujunbg kenistaan dan aku pun hilang

bersama puing-puing mimpi.

Home Schooling bagi Anak

Oleh Amin Rais Iskandar

Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah UIN Sunan Gunung Djati

Peringatan hari anak sedunia sejatinya tidak jadi ajang peringatan yang sia-sia. Peringatan yang diekspreisikan secara berlebih (pesta, hura-hura) yang bersifat simbolis dan seremonial. Sehingga kehadirannya tidak lebih dari sebatas angin lalu yang hadir satu kali tiap tahunnya. Tapi bagaimana hari anak ini menumbuhkan renungan positip yang mendorong kemaslahatan anak.

Sebab hukum alamiyah mengharuskan seorang anak tumbuh besar, jadi dewasa dan pada akhirnya tua, sebelum berpuncak pada kematian. Untuk mengisi hari dewasa dan tua bukan merupakan perkara mudah dan sepele. Melainkan butuh persiapan yang matang, terencana, dan tentu saja positif. Sebab berdasar pada hukum kausalitas, nasib manusia di hari tua itu tidak akan jauh dari apa yang dipersiapkannya sedari muda. Artinya, hari tua adalah akibat yang disebabkan oleh hari muda.

Satu pemikiran Filosof Yunani klasik, Aristoteles. Mengatakan bahwa persiapan terbaik untuk mengisi hari tua adalah pendidikan. Makna pendidikan bukanlah makna sempit. Tidak terpatok pada jenis sekolah formal yang ternama dan berbiaya mahal. Tapi pendidikan yang benar-benar memenuhi kebutuhan anak. Tentu pendidikan yang menjamin kehidupan masa tua si anak lebih baik.

Mengingat porsi interaksi anak libih banyak di rumah (bersama orang tua), boleh dikata 75% di rumah dan 25% di sekolah. Setidaknya yang lebih tau betul kebutuhan anak adalah orang tua di rumah. Orang yang mengerti sifat anak tentu mengerti pula bagaimana mendidik dan mengayomi anaknya. Di sini berarti perlunya ada “sekolah (dalam) rumah” (home schooling) bagi anak. Tapi bukan berarti menapikan peranan guru di sekolah.

Thomas Alpa Edison patut jadi contoh keberhasilan home schooling. Anak cerdas yang “terusir” dari sekolah formal ini, berhasil jadi orang sukses dengan menemukan lampu untuk pertama kali. Keberhasilannya merupakan buah dari ayoman, asuhan, dan didikan yang didapat di rumah sendiri. Inilah bukti bahwa orang yang mengerti sifat anaknya, tau juga apa yang mesti dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya.

Setidaknya, di hari peringatan hari anak sedunia ini. Dengan kondisi ekonomi kurang stabil (carut-marut), ongkos transfortasi dan biaya pendidikan mahal. Home schooling kiranya dapat dijadikan solusi. Yang penting anak tidak sama sekali buta pendidikan. Peringatan hari anak sedunia kali ini, sedikit banyak, menuntut peranan orang tua untuk sungguh-sunggu mendidik anaknya.***

Periode Emas dalam Mendidik Anak

Oleh Amin Rais Iskandar

Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah UIN Sunan Gunung Djati

PADA abad 20-an, di Roma, Italia. Paus Kiril 1 berintruksi pada pejabat dan imam Gereja. “Sejatinya setiap dari kalian memungut seorang anak yang baru lahir (banyi). Pelihara dan didiklah hingga ia berusia lima tahun”. Setelah usia lima tahun, dengan bebas dilepas sekalipun Paus Kiril 1 tidak menghawatirkan peranan anak didiknya; baik bagi bangsa, agama, dan kemanusiaan.

Pandangan futuris Kiril, seakan menguak rahasia kegemilangan usia dini seorang manusia. Bisa dibayangkan, betapa dahsyatnya, masa depan seorang manusia digantungkan pada kualitas pengayoman (baca: pendidikan) yang ditanamkan pada masa kanak-kanak. Anak adalah periode emas yang patut pendapat perhatian. Pendidikan di masanya adalah langkah awal penanaman jiwa dan mental yang kuat.

Diharapkan, setelah tertanam jiwa dan mental yang kuat. Ia dapat mengembangkan kemampuannya lebih jauh untuk memahami, mencintai, dan mengabdi. Pengabdian ini baik pada bangsa, agama, dan masyarakat luas. Terlebih pengabdian pada Tuhan. Jika hal demikian dapat terwujud, menyaksikan citra bangsa, agama, dan masyarakat yang berkualitas adalah keniscayaan.

Coba saja runut dari beberapa catatan sejarah. Para pejuang dan elit proklamator kemerdekaan Indonesia 1945. Rata-rata lahir dari yang memeiliki latar belakang pendidikan berkualitas semasa kecilnya. Bagaimana jiwa patriot dan kesatria ditanamkan dalam kedisiplinan hidup sejak kanak-kanak. Semangat perjuangan mempertahankan citra bangsa tidak mesti dipinta lagi. Sebab dengan sendirinya muncul dari kesadaran jiwa yang terdalam.

Sebut saja Soekarno, Hatta, Natsir, dan tokoh lainnya. Mereka adalah yang mendapat pendidikan semenjak kecil. Masa kanak-kanak memang merupakan periode emas manusia yang perlu dimaksimalkan. Dengan peranan guru, orang tua, dan lembaga pendidikan yang memang mengerti apa yang dibutuhkan oleh seorang anak.

Pada peringatan hari anak sedunia kali ini. Diharapkan peringatan tidak sebatas simbol atau seremonial saja. Tapi benar-benar mengisi periode emas manusia ini dengan pendidikan yang bermutu. Seperti diucap oleh Aristoteles, “pendidikan adalah persiapan terbaik untuk masa depan”.***

Terdidik Vs Tidak Terdidik

Oleh Amin Rais Iskandar

Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah UIN Sunan Gunung Djati

Adakah beda antara orang terdidik dengan yang tidak terdidik? Jawabannya ada. Jangankan di mata manusia, di mata Tuhan sekalipun jelas ada bedanya. Firman Tuhan dalam surat al-Mujadalah (11) menjanjikan peninggian derajat orang berilmu beberapa derajat. Bahkan derajatnya satu tingkat di bawah orang beriman. Jelas ini merupakan tanda perbedaan manusia di mata Tuhan.

Pendidikan dapat mengarahkan manusia pada sikap arif, bijak, berpikir luas, futuristik, kritis dan tidak arogan. Generasi bangsa demikianlah yang dibutuhkan keberadaanya. Bukan yang sebaliknya. Untuk mengisi dan memperjuangkan perkembangan Negara. Pencetakan generasi ideal termaksud, bukan barang mudah dan dalam waktu singkat. Tapi selain menuntut waktu yang lama juga membutuhkan ongkos tidak murah.

Perintah menuntut ilmu semenjak lahir hingga masuk liang lahat, adalah simbol bahwa ilmu melimpah ruah dan tidak ada habis-habisnya. Muhammad Saw. sendiri memberikan enam syarat yang perlu dipenuhi selama menuntut ilmu; cerdas, rakus (akan ilmu), harta, sungguh-sungguh, berinteraksi dengan guru (orang tua, alam, diri sendiri, dll), dan waktu yang panjang.

Permasalahan yang dihadapi–dalam kondisi krisis ekonomi–adalah harta. Biaya pendidikan yang mahal menjadi pematah semangat dan kerakusan (akan ilmu) yang dimiliki anak kurang mampu. Akhirnya talenta terpendam dan kecerdasan yang dimilikinya terbuang sia-sia. Berinteraksi dengan guru pun tak akan tercapai hingga jangka waktu panjang.

Yang ditunggu tentu saja solusi; uluran tangan pe-murah hati untuk membantu lahirnya generasi (ideal) bangsa. Lihat saja berapa banyak anak bertarung sendiri di jalanan. Mereka butuh subsidi untuk memenuhi hak mereka mendapatkan pendidikan. Atau, akan dibiarkan itu menjadi cerminan “wajah” pendidikan bangsa ini? Tentu bukan itu yang diharapkan.

Jika terus di biarkan, generasi muda bermentalkan jalanan perlahan akan tumbuh dan bertebaran mengisi bangsa ini. Jika memang bangsa ini mengakui adanya hari anak sedunia, mana bentuk peringatan (perayaan) hari anak sedunia?.***

Krisis Energi Akibat Kerusakan Ekologi

Oleh AMIN RAIS ISKANDAR

SUDAH jadi rahasia umum, Indonesia mengalami krisis energi kian parah. Terutama dalam perlistrikan. Negara dengan persediaan Sumber Daya Alam (SDA) begitu komplit; areal hutan yang luas, kapasitas air melimpah ruah, flora dan fauna heterogen, dan hasil tambang yang tidak sedikit. Tentu menunjukkan ironi tersendiri ketika dihadapkan pada fenomena satu ini.

Betapa tidak? Kekayaan SDA yang tidak terelakkan tadi. Mestinya dapat menyokong dan memenuhi kebutuhan energi Negara. Pasalnya hampir seluruh energi yang dapat dinikmati manusia, tidak dapat terlepas dari unsul-unsur ekologis. Tapi apa boleh buat, fakta menunjukkan Indonesia pada jurang krisis. Kebijakan yang diambil pemerintah untuk pemadaman listrik Jawa-Bali cukup sebagai bukti. Lantas apa dan di mana letak kesalahnnya?

Satu jawaban yang pasti adalah kerusakan alam yang kian parah. Perilaku penggundulan hutan secara bebas dan pembuangan sampah sembarang. Jelas telah banyak mematikan sumber mata air yang ada. Padahal sebagian besar pembangkit listrik di Negara ini adalah berasal dari air. Air yang dibendung dan lalu dialirkan secara deras dengan disambungkan pada alat teknologi. Menghasilkan aliran listrik yang dimanfaatkan masyarakat luas.

Berangsur lumpuhnya (satu persatu namun pasti) beberapa sumber mata air mengakibatkan pada berkurangnya debit air. Imbasnya mengakibatkan tenaga pembangkit listrik berkurang. Sedangkan kebutuhan listrik kian meningkat seiring pertumbuhan manusia yang pesat. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik tenaga Batu Bara adalah bukti nyata dari pasokan air yang semakin berkurang. Tidak dapat diandalkan lagi sebagai satu-satunya pembangkit listrik.

“Dosa” Gelombang Kedua

Krisis yang terjadi merupakan “dosa” yang tidak disebabkan secara instan (singkat). Melainkan akibat perjalanan panjang gelombang kedua (modern). Yang menurut Alvin Toffler dalam The Third Wave (Iskandar Alisyahbana, 1985). Gelombang kedua ini ditandai dengan tiga ciri penting.

Pertama, kepercayaan bahwa manusia harus menaklukkan alam. Pemahaman ini mempengaruhi seluruh aliran pemahaman manusia, baik kelompok sosialis meupun kelompok kapitalis; sama-sama percaya bahwa alam hanya merupakan objek yang harus ditaklukkan.

Kedua, kepercayaan bahwa manusia bukan saja menguasai alam, melainkan hasil dari proses evolusi yang lama. Sebagaimana diungkapkan teori Darwin bahwa selalu akan ada suatu “pilihan alamiah”. Di mana yang paling kuat adalah yang akan bertahan hidup.

Ketiga, kepercayaan bahwa sejarah perkembangan manusia selalu akan ke arah kemajuan. Keyakinan ini bukan hanya telah mengakibatkan kerusakan alam, malahan banyak memusnahkan peradaban-peradaban dari bangsa “kurang” maju.

Jelas dapat kita ketahui dari ketiga ciri di atas. Gelombang kedua ini diisi oleh kalangan orang modern yang meletakkan akal di atas segalanya (baca: alam). Sebagaimana dirumuskan oleh “bapak” modern, Rene Descartes, dalam ungkapan Cogito Ergo Sum (aku berpikir maka aku ada).

Artinya, kesemenaan prilaku kehidupan gelombang kedua, mewariskan “pekerjaan rumah” yang berat. Pekerjaan rumah, yang saya kira, tidak cukup dihadapi oleh kalangan beragama saja. Melainkan seluruh kalangan yang memiliki moralitas, integritas, dan niatan baik untuk membangun kearifan ekologis dalam menyelesaikan tugas berat yang dihadapi.

Kreativitas turun, produktivitas turun

Apa boleh buat, mau tidak mau, krisi energi ini mesti dihadapi. Masyarakat mesti puas dengan kebijakan pemadaman bergilir listrik untuk wilayah Jawa-Bali. Kebijakan ini diambil dalam upaya mengantisipasi depisit listrik yang kian parah.

Bagi beberapa kalangan masyarakat (petani, buruh kasar, ojek, tukang becak, sopir angkot, dll). Pemadaman bergilir mungkin tidak begitu jadi persoalan. Sebab keseharian mereka hampir dihabiskan di luar rumah dan relatif tidak memakai jasa listrik selama mengais rezeki. Dengan pemadaman listrik bergilir sekalipun tidak jadi hambatan untuk terus kerja.

Beda halnya dialami beberapa perusahaan menengah atas. Jangankan berjam-jam, beberapa menit saja berarti kerugian menimpa perusahaan. Tingkat kreativitas akan menurun akibat pasilitas pendukung tidak ada. Kreativitas menurun berarti produktivitas pun menurun. Hasil produksi pun akan berkurang. Turunnya hasil produksi berarti berkurangnya keuntungan yang di dapat.

Ambil saja beberapa contoh, seperti; jasa poto copy, rental pengetikan, percetakan, pabrik dan lain-lainnya. Yang sepanjang jasanya tergantung pada aliran listrik. Pemadaman bergilir hadir sebagai macam ancaman baru yang perlu diwaspadai.

Apalagi dalam zaman kemitraan antara produsen-konsumen saat ini. Kepercayaan antara kedua belah pihak sangat dipertaruhkan. Tidak memuaskan sedikit saja berarti ancaman kehilangan mitra (langganan). Lagi-lagi pengusaha akan kehilangan sejumlah keuntungan yang biasa di dapat.

Alhasil, demi terjaganya stabilitas kehidupan sosial-ekonomi. Sudah saatnya mencari alternatif lain. Peran kearifan lokal sangat dituntut untuk menemukan energi alternatif. Selain itu, juga spirit mengindahkan lingkungan teramat perlu untuk kembali menghidupkan sumber-sumber pembangkit energi.***

AMIN RAIS ISKANDAR

Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Bandung,

Mahasiswa Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati.

Hijrah

Terlewat satu peristiwa

Abu Bakar bergetar memendam asa

Ali jadi pengganti serahkan jiwa

Umar hunus pedang tantang massa

Sejarah memcatat peristiwa hijrah

Makkah sementara ditinggal basah

Madinah dituju menyambut berkah

Satu pepatah terpatah sudah

Anjuran akan kuasa Tuhan, berserah

Belasan tahun mesti menunggu

Dengan sabar mengintai tanah kelahiran

Tumpas berhala demi kemurnian ajaran

Langkah terabadikan di awal tahun baru

Hijriyah

Pondasi pembangun berkah

jejak-jejak langkahmu Rasulallah

Perusak Prestasi Gemilang KPK

Oleh AMIN RAIS ISKANDAR

Anak Bangsa Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah UIN Sunan Gunung Djati

KEHADIRAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah terbukti efektif. Dengan kecerdikan dan kepiawaian dalam mengaudit kekayaan pejabat, KPK telah berhasil menyeret banyak koruptor ke jalur hukum. Alhasil, keberadaannya menjadi momok menakutkan yang siap memberantas segala praktik korupsi. Kinerja KPK perlu mendapat acungan jempol. Mengingat pekerjaan yang digeluti penuh resiko tinggi. Tidak jarang melibatkan keluarga dan kerabat sendiri.

Sangat disayangkan, prestise gemilang torehan KPK dalam upaya menindak pelaku korupsi ternoda. Ironisnya penodaan kinerja KPK dilakukan oleh aparat yang semestinya menjadi partner kerja (baca: kuasa hukum). Karena KPK tidak memiliki kewenangan menghukum tersangka. Seyogyanya mendapat dukungan kuasa hukum dalam memuluskan proses pemberantasan praktik korupsi. Bukan malah menjadi penghambat jerih payah KPK.

Perilaku kotor yang dilakukan Artalyta dan jaksa Urip Tri Gunawan dalam penjara. Nyata sebagai bukti tidak adanya niatan baik untuk bekerja sama antara KPK dan Polri. Parahnya lagi, pembicaraan kedua napi tadi dilakukan melalui hand phon. Padahal jelas-jelas setatus Artalyta dan jaksa Urip adalah tahanan titipan KPK. Sengaja dititipkan supaya tidak melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan pidana.

Secara sederhana dapat dipahami kalau keduanya adalah “penjahat” yang berhasil diseret KPK. Tapi harta dan kekuasaan telah berhasil mengelabui kuasa hukum (Polri) untuk memberikan kebebasan menggunakan pasilitas. Akibatnya penjara kehilangan “keangkeran”nya dan tidak ditakuti para pelaku pidana. Hal ini memperpanjang catatan kebobrokan moral yang siap menghambat i’tikad mulia memperbaiki citra bangsa. Terutama yang dilakukan KPK.

Artinya, kinerja KPK dalam memberantas praktik korupsi akan terus kandas. Selama tidak mendapat dukungan pihak lain (baca: kuasa hukum) yang jadi eksekutor. Jika tidak ingin semua upaya KPK sia-sia, sejatinya tidak ada privileges dalam rumah tahanan. Si miskin atau si kaya pelaku kejahatan tetaplah penjahat yang mesti dihukum. Itu adalah keniscayaan.***